Jakarta (Pemilu2019) – Laguna Segara Anakan merupakan sebuah ekosistem yang menarik dan unik karena proses terbentuknya secara tektonik yang tidak semata-mata terjadi karena proses sedimentasi yang terbentuk karena adanya pulau penghalang (barrier island ) sebagaimana merupakan sebuah ciri laguna. Daerah ini merupakan tempat tumbuhnya ekosistem mangrove yang paling luas di pulau Jawa yang juga merupakan sebagai tempat perlindungan beberapa burung dan hewan darat yang khas ekosistem mangrove serta tempat pemijahan dan pengasuhan biota laut.
Dalam beberapa tahun belakangan ini, Segara Anakan mengalami permasalahan serius dalam hal pendangkalan dan penyempitan laguna. Sedimen-sedimen seperti lumpur dan juga sampah yang terangkut dari hulu melalui sungai Citandui dan sungai Cimeneng sangat intensif, hingga mencapai 1 juta m3 /tahun yang mengendap di laguna.
Pendangkalan dan penyempitan laguna mengakibatkan terbentuknya tanah timbul pun menjadi permasalahan yang tak kunjung usai yang dihadapi oleh ekosistem terluas di selatan pulau Jawa ini. Selain keterlibatan pemerintah baik pusat dan daerah, prilaku sosial masyarakat lokal sebagai partisipasi masyarakat merupakan faktor penting dalam menurunkan tingkat kerusakan dan dampak yang ditimbulkannya pada ekosistem laguna Segara Anakan sebagai dasar pengelolaan ekonomi pada ekosistem pesisir secara berkelanjutan atau yang disebut konsep ekonomi biru.
Selain karena faktor alami, kerusakan ekosistem juga dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain: (1) masih rendahnya kesadaran masyarakat akan arti penting dan nilai strategis sumber daya alam yang terkandung pada ekosistem laguna Segara Anakan ; (2) lemahnya penegakan hukum atas pelanggaran pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam; (3) belum kondusifnya upaya pelaksanaan penataan ruang serta pengendalian pencemaran lingkungan pada ekosistem laguna Segara Anakan; dan (4) tekanan ekonomi masyarakat akibat kemiskinan yang membuat pertimbangan ekonomi lebih dominan dari pada kelestarian lingkungan hidup. Berdasarkan faktor-faktor tersebutlah pendekatan partisipasi masyarakat melalui kegiatan ekonomi masyarakat perlu dijadikan dasar dalam pengelolaan ekosistem di laguna Segara Anakan.
Upaya Rehabilitasi
Upaya rehabilitasi yang dilakukan oleh masyarakat di hulu sungai Citanduy terutama di kecamatan Padaherang dan kecamatan Cimanggu baru sebatas reboisasi atau penanaman pohon seperti Jati, Albasia, Mahoni dan lain sebagainya. Pengetahuan masyarakat sebatas bahwa dengan menanam pohon dapat mencegah longsor dan menyimpan air sehingga kebutuhan akan air tanah bagi mereka sudah terpenuhi. Penanaman itupun dilakukan karena program pemerintah, bukan sebuah kesadaran masyarakat sepenuhnya.
Peran serta masyarakat dalam usaha-usaha konsevasi erat kaitannya dalam berbagai hal seperti pendidikan, adat istiadat, lingkungan hidupnya dan lain-lain (Mulyadi, 2009). Melalui pelatihan dan penyuluhan kepada masyarakat akan meningkatkan pengetahuan tentang pentingnya sebuah kelestarian dan tata cara dalam pengelolaan ekosistem yang berkelanjutan. Dengan meningkatnya kelestarian ekosistem Segara Anakan maka akan meningkat pula hasil tangkapan nelayan dan budidaya yang dilakukannya.
Ketergantungan Masyarakat Terhadap Laguna Segara Anakan
Segara Anakan merupakan salah satu laguna didunia sebagai sumber plasma nutfah keanekaragaman sumberdaya hayati dan non hayati dengan ekosistem estuarinya. Segara Anakan sendiri menyimpan kekayaan hayati ekosistem mangrove yang berlimpah di pulau Jawa. Berbagai macam spesies mangrove hidup dan berkembang di Segara Anakan, sehingga menjadi tempat memijah berbagai jenis ikan.
Ketergantungan masyarakat terhadap laguna Segara Anakan dapat terlihat dari usaha-usaha pemanfaatan potensi yang ada di laguna Segara Anakan. Prilaku masyarakat tercermin dari adaptasi yang dilakukan dalam pemanfaatan potensi sumberdaya alam yang dikembangkan seperti penggunaan jaring apung, usaha penangkapan, budidaya tambak dan lain sebagainya.
Terkait dengan prilaku nelayan seperti di Ujung Alang dapat dilihat dari metode penangkapan serta alat tangkap yang digunakan. Lokasi kerjanya yang merupakan perairan pedalaman yang tidak terpengaruh oleh ombak besar maka metode penangkapannya menggunakan jaring apung dan jala saja yang dipasang di perairan laguna. Hasil tangkapan tergantung dari ketersediaan sumberdaya ikan yang ada diperairan Segara Anakan sehingga mau tidak mau mereka pun berkewajiban untuk menjaga ekosistem tersebut dengan tidak merusak mangrove sebagai habitat dari ikan.
Konflik Masyarakat di Laguna Segara Anakan
Permasalahan di Segara Anakan sangatlah kompleks karena banyak stakeholder yang berkepentingan dalam pengelolaan maupun pemanfaatan laguna. Program-program yang dilakukan di Segara Anakan menuai hasil yang belum optimal, hal ini dikarenakan faktor masyarakat yang kurang perhatian akan arti pentingnya sebuah ekosistem maupun pelaksanaan kebijakan pemerintah yang dilematis.
Berbagai pihak yang terlibat dalam pengelolaan maupun pemanfaatan Laguna Segara Anakan harus dapat menyeimbangkan kewenangan serta tanggung jawab untuk menghindari dominasi yang memicu konflik kepentingan. Tanggung jawab yang jelas antar stakeholder merupakan suatu proses keorganisasian dalam pengelolaan Laguna Segara Anakan yang ideal untuk pengambil keputusan terhadap langkah-langkah pengelolaan selanjutnya.
Silvofishery Merupakan Partisipasi Masyarakat Untuk Pelestarian Ekosistem
Sistem ini merupakan alternatif pemecahan masalah pelestarian ekosistem laguna Segara Anakan yang cukup efektif dan ekonomis. Menurut Rahmawati, keuntungan yang diperoleh dalam sistem silvofishery antara lain dapat meningkatkan lapangan pekerjaan, dapat mengatasi permasalahan pangan dan energi, serta kestabilan iklim mikro dan konservasi tanah. Sistem ini dianggap sebagai sistem yang baik karena selain pemanfaatan lahan untuk budidaya perikanan pada tambak oleh masyarakat akan tetapi juga tetap melestarikan ekosistem mangrove.
Tingkat partisipasi masyarakat terhadap sistem silvofishery di Kelurahan Kutawaru, Kecamatan Cilacap Tengah dikategorikan sedang (Prasenja, 2008). Hal tersebut dikarenakan tingkat pendidikan dan pengetahuan akan pentingnya sebuah ekosistem bagi kehidupan dan penghidupan masih kurang. Tingkat partisipasi tersebut masih didorong dengan besarnya pendapatan secara ekonomi yang harus diterima masyarakat.
Dengan menerapkan sistem silvofishery , selain meningkatkan perekonomian masyarakat, juga diharapkan dapat melahirkan “masyarakat yang berkelanjutan” yaitu masyarakat yang memiliki 9 prinsip hidup :
1. Menghormati dan memelihara komunitas kehidupan.
2. Memperbaiki kualitas manusia.
3. Melestarikan kehidupan dan keragaman bumi.
4. Menghindari pemborosan sumberdaya-sumberdaya yang tak terbaharui.
5. Berusaha tidak melampaui kapasitas gaya hidup orang per orang.
6. Mengubah sikap dan gaya hidup orang per orang.
7. Mendukung kreatifitas masyarakat untuk memelihara lingkungan sendiri.
8. Menyediakan kerangka kerja nasional untuk memadukan upaya pembangunan dan pelestarian (Eka, 1994 dalam Prasenja, 2008).
Dapat disimpulkan partisipasi masyarakat di Segara Anakan masih belum sesuai harapan, namun demikian secara parsial ditunjukkan sebagai berikut (1) Dalam pengelolaan ekosistem Segara Anakan, tingkat partisipasi masyarakat dikategorikan sedang. Tingkat partisipasi tersebut masih didorong dengan besarnya pendapatan secara ekonomi yang harus diterima masyarakat. Hal tersebut dikarenakan tingkat pendidikan dan pengetahuan akan pentingnya sebuah ekosistem bagi kehidupan dan penghidupan masih kurang. (2) bentuk partisipasi yang bisa untuk dikembangkan dalam pengelolaan Segara Anakan adalah dengan sistem silvofishery . Hal ini dikarenakan faktor yang paling berpengaruh adalah pendapatan dalam usaha tambak. (Pemilu2019-Prasenja)
http://www.facebook.com/plugins/like.php?href=http://pemilu2019.com/article/110691/kerangka-dasar-membangun-ekonomi-biru-di-segara-anakan-melalui-partisipasi-masyarakat.html&layout=standard&show_faces=false&width=450&action=like&font&colorscheme=light&height=35