Gumuk Sampah, Bahaya Laten Lingkungan Hidup

Tumpukan sampah/gumuk sampah di pinggir rel kereta api Manggarai Selatan melebihi dinding pembatas. Kesadaran masyarakat akan pentingnya lingkungan sudah sangat memprihtinkan dengan membuang limbah rumah tangga ke tanah kosong di pinggir rel kereta api.

Jakarta (Pemilu2019) – Kelestarian lingkungan hidup dipengaruhi oleh pola, kebijakan serta tata aturan  pengelolaan lingkungan. Tentunya kebijakan yang diterapkan dan diatur harus dapat memberi manfaat bagi berbagai pihak. Pada dasarnya, suatu lingkungan dikatakan telah memberikan manfaat jika dari dalamnya dapat diambil nilai ekonomi (Economic Value ). Namun terdapat manfaat dasar yang paling penting, yaitu nilai ecologi (Ecological value ). Aspek ekologi ini sangat penting. Karena bila nilai ekologi lingkungan sekitar terpelihara, nilai ekonomi dari lingkungan tersebut akan diperoleh.

Pembuangan sampah sering dianggap menjadi hal yang dianggap penting untuk ditangani secara mendasar dan berkelanjutan terkait dengan dampak yang ditimbulkannya. Berbagai macam permasalahan dari kesehatan sampai ke psikologis masyarakat yang ditimbulkan akibat pengolaannya yang tidak terencana. Hal ini sering kita jumpai di lingkungan sekitar kita. Sejauh mata memandangan, banyak timbunan sampah sering kita jumpai dan baik secara sadar ataupun tidak, kita adalah pelakunya.

Dengan dibuatnya bak penampungan sampah bukan pula menjadi solusi dari pengolahan limbah sampah apabila pengelolaan dan pendistribusiannya tidak dilakukan secara tepat dan terarah. Bahkan dapat menjadi permasalahan baru seperti pencemaran udara yang ditimbulkan dari terproduksinya gas metana karena pembusukan sampah. Selain itu juga dapat menimbulkan pemcemaran “mata” maksudnya mengganggu penglihatan kita karena gumuk sampah merupakan pemandangan yang tidak enak terlihat dan tidak sedap untuk dipandang. Gumuk sampah yang semakin meningkat perkembangannya akan menjadi bahaya laten bagi lingkungan disekitar dan juga dapat menyebabkan ketidaknyamanan dan kegelisahan.

Meningkatnya pembangunan akan meningkatkan aktivitas manusia disekitarnya sehingga menghasilkan bahan buangan atau sampah produksi meningkat. Cara sederhana yang bijak adalah sampah dipilah berdasarkan jenisnya yaitu sampah organik/sampah basah dan sampah anorganik. Oleh karena itu, dibutuhkan tempat untuk menampung produksi sampah dari aktivitas manusia terutama di daerah perkotaan.

Tempat khusus untuk pembuangan sampah tersebut sering disebut Tempat Pembuangan Akhir. Tempat pembuangan akhir atau sering disingkat penyebutannya sebagai TPA adalah suatu kawasan yang disiapkan secara khusus oleh pemerintah untuk menampung sampah sisa buangan dari seluruh kegiatan masyarakat. TPA hanya ada di daerah perkotaan, karena memang masyarakat di kota tidak mengolah sendiri sampah mereka. Berbeda dengan masyarakat yang tinggal di desa, masyarakatnya mengolah sendiri sampahnya dengan cara menimbun atau juga membakarnya. Tempat pembuangan akhir sampah merupakan tempat dimana sampah mencapai titik terakhir dalam pengelolaannya, sejak mulai timbul di sumber pengumpulan, pemindahan/pengangkutan, pengolahan dan pembuangannya. TPA juga merupakan tempat dimana sampah diisolasi secara aman agar tidak menimbulkan gangguan terhadap lingkungan sekitarnya. Karenanya diperlukan penyediaan fasilitas dan perlakuan yang benar agar keamanan tersebut dapat dicapai dengan baik (Aning Tri Subeqi, 2010). Sistem yang sudah dibuat pemerintah tinggal kita jalankan dengan tertib dan penuh tanggung jawab, agar tidak sekedar menjadi teori.

Apakah ilmu-ilmu yang diajarkan, teori-teori yang disampaikan, keyakinan-keyakinan serta norma dan nilai-nilai yang ditanamkan pada kita semua tentang pentingnya sebuah lingkungan yang bersih, indah, tertata dan terkelola dengan bijak hanya sebatas teori yang tidak perlu ada penindak-lanjutan pada sesuatu hal yang lebih kongkrit. Pertanyaan-pertanyaan seperti inilah yang sering terlontar dan diri kita sendirilah yang mampu menjawabnya secara moral.

Ini hanya sebuah refleksi diri menuju kualitas moral yang lebih tinggi terhadap lingkungan, entah sadar atau tidak kita adalah pelaku didalamnya. Akan ada saaatnya tiba kita akan dimintai pertanggungjawabannya oleh alam melalui bencana terhadap apa yang telah kita lakukan padanya. (Prasenja)

Kepustakaan:

Tri Subeqi, Aning. (2010). STUDI PENYEBARAN GAS METHANA DI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) SAMPAH PIYUNGAN, BANTUL, YOGYAKARTA. Skripsi. Jogjakarta: Fakultas Geografi UGM.

http://www.facebook.com/plugins/like.php?href=http://pemilu2019.com/article/101828/gumuk-sampah-bahaya-laten-lingkungan-hidup.html&layout=standard&show_faces=false&width=450&action=like&font&colorscheme=light&height=35

Tulisan ini dipublikasikan di Lingkungan dan tag , , . Tandai permalink.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *