SENJA

(Pemilu2019) – Kelahiranku adalah ketika sang mentari akan meninggalkan peraduannya. Sore hari menjelang malam, karena itulah aku dinamakan Senja . Ini hanya sebuah kebetulan saja! Atau memang maksud Tuhan atas kehidupanku lewat alam! Entahlah, aku hanya bisa mensyukuri kehadiranku ini yang disambut dengan pergantian waktu.

Rahim ibuku hanya sebuah perantara pada kehidupan yang tak tentu arah dan tujuannya, hanya ada beberapa gambaran yang tersamarkan yang memang hanya aku sendirilah yang dapat menyatukan garis-garis kehidupan.

Aku hanya rajawali kecil yang merindukan nafas kebebasanku. Aku bukan merpati kecil yang dapat terbang dengan indah melintasi lekukan keindahan alam. Aku hanya ingin terbang melewati awan, puaskan keinginanku untuk merasakan belaiannya. Lewat suara hatiku yang diperdengarkan oleh Sang Penguasa.

Titian-titian perjalananku sungguh sangat memilukan. Aku terbuang dalam keterasingan dan terperosok pada kehampaan. Jari-jari kecilku tak sanggup menggenggam panasnya bara kehidupan yang tak tahu kapan akan datang kedamaian dan mimpi-mimpi indah yang menjadi nyata.

“Apa yang sedang engkau pikirkan anakku?”

“Ibu! Kenapa aku terlahir dalam ketiadaan? Serba kekurangan? Apakah aku ada hanya untuk itu! Ataukah aku hanya sebagai perantara suatu perubahan dari siang menuju malam, dari terang menuju gelap.” Untuk anak yang baru berumur 13 tahun memang sangat tidak manusiawi untuk menanggung beratnya fenomena kehidupan.

Kisah kehidupan seperti apa yang akan dijalani oleh Senja? Bagaimanakah idealisme dirinya mengalahkan pesimistis dari sebuah realistis jaman?

Novel ini diciptakan berdasarkan sebuah perjalanan hidup yang mengangkat peristiwa-peristiwa kehidupan sehari-hari agar dapat lebih bermakna. Dalam berkreativitas, penulis mencoba membuat sebuah perjalanan hidup menjadi kisah yang menarik dalam fiksi dengan sudut pandang yang berbeda. Kekuasaan yang terpendam dari sebuah bahasa, dicoba untuk diangkat dengan tidak menekankan pada patriotiknya sebuah pengalaman saja tetapi mengeneralisir dusta dalam bahasa formal kearah bahasa sastra yaitu puisi. Dengan ditambahnya rentetan puisi yang diungkapkan dalam bahasa pengarang dapat menambah karakteristik dari novel ini yang bukan sebuah maha karya besar tetapi hanya sebuah kesederhanaan dari hasil karya.

Novel ini diberi judul Senja , sesuai dengan nama tokoh yang ditonjolkan dan juga dengan maksud bahwa dalam sebuah kehidupan, kita mencoba mendokumentasikan sebuah pengalaman berarti yang terjadi pada saat senja. Disini penulis mencoba memberikan wajah yang berbeda. Bahwa dari saat senja pun yang sebenarnya sangat banyak kisah-kisah perjalanan yang belum tereksploitasi dalam bentuk tulisan walaupun sebagian bentuk kisah pada novel ini tidak terbatas ruang dan waktu. Sekali lagi judul novel ini hanya untuk memberikan wajah yang berbeda dengan menampilkan sketsa puisi.

Puisi-puisi yang dibuat, mempunyai kekuatan pemaknaan dalam beberapa kondisi yang dialami penulis, karena penulis mencoba mendisain suatu bentuk pemaknaan tidak hanya kearah yang tragis saja. Penulis mencoba menyajikan kedalam bentuk lain seperti keceriaan, kekaguman, sebuah hasrat dan keinginan, petualangan dan lain-lain.


Judul : Senja
Penulis : Prasenja
Tebal : vi + 109
Harga : Rp 29.900,-

BERMINAT dapat menghubungi Leutikaprio

(Prasenja)


http://www.facebook.com/plugins/like.php?href=http://pemilu2019.com/article/102471/senja.html&layout=standard&show_faces=false&width=450&action=like&font&colorscheme=light&height=35

Tulisan ini dipublikasikan di BUKU dan tag , , , , . Tandai permalink.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *