Menikmati Dunia Dari Balik Norma Agama Itu Indah [Sebenarnya].


Menikmati dunia dari balik norma agama itu indah (sebenarnya).Agama sudah memageri kita, memberikan rasa aman sehingga menjadi nyaman untuk hidup diantara padang savana yang fana ini. Tak perlu kita hampiri, karena itu semua nampak indah dimata namun penuh bahaya dan ancaman yang merusak (akhlak dan iman).Agama sudah memageri kita, memberikan rasa aman sehingga menjadi nyaman untuk menjalani hidup diantara padang savana yang fana ini. Tak lagi perlu kita hampiri, liat saja dari kejauhan. Savana yang nampak indah dimata namun sejatinya penuh bahaya dan ancaman yang merusak (akhlak dan iman).
Apakah kita tau, savana itu dihidupi makhluk-makhluk buas yang selalu siap menerkam kita? Tanpa perlindungan (agama dan keluarga) kita akan terkoyak-koyak dengan perlahan. Cakar-cakar kebuasan akan pelan-pelan melucuti pakaian hingga kita tersadar disaat kita sudah telanjang. Terkuak menjadi aib yang awalnya sudah terlindung dan terjaga rapat dan akhirnya dirundung penyesalan.
Kesempatan bermaksiat itu tidak serta merta karena niat. Setan dengan mudahnya merangsek iman kita dengan susana syahdu, iringan musik melankolis, film-film romantis, rutinitas keakraban yang berulang hanya berdua, canda tawa dan komunikasi yang mesra dan berlanjut lalu berlanjut. Didukung dengan logika pembenaran, “asal jangan baper”, “kan cuma teman”, “asal gak zina” dan pernyataan lain yang dianggap benar. Apalagi ketika suasana hati kita sedang galau, dengan permasalahan kehidupan. Lengkap sudah ambisi setan mempreteli aib-aib kita yang padahal sudah ditutupi dengan rapat olehNya. Karena setan memberikan sejuta kenikmatan didalamnya hingga kita larut dan terbuai. 
Kita sadar? Paham akan hal itu? Tetapi kenapa masih saja kita lakukan? Jangan karena budi yang berhutang lalu kita lupa siapa kita? Lupa kita mempunyai batas yang tak boleh dilewatkan. Gak enak memang, seperti terkungkung dalam sangkar. Tetapi jika jiwa kita ikhlas dan pikiran kita diprogram untuk bisa menikmatinya dengan bahagia, toh itu menjadi lebih indah. Anggap saja dunia ini adalah taman safari. Kita hadir menggunakan rangka-rangka agama dalam menikmati savana yang fana dan penuh kebuasan ini. Apa tidak lebih bahagia bersama orang-orang tercinta! Kita masih melihat dunia, berinteraksi bersama di hamparan savana ini, namun tidak akan takut dengan terkaman kebuasan binatang. Bercengkrama dengan cinta, bersayang bersama muhrim tanpa takut bahaya.
Aku hanya bernasehat untuk diriku saja, dan mungkin sedikit untuk orang tercinta yang bisa memahaminya. Karena kini (mungkin) kusudahi saja nasehat dan saling menasehati. Aku gak bisa seperti Nabi yang terus bersyiar walaupun dihujat banyak pihak. Diprotes dengan sebutan “seperti manusia suci” saja aku mundur teratur sebagai penasehat. Biarlah aku bekerja (hanya) kepada orang-orang yang memang membutuhkan aku. Cukup berbuat baik dan beribadah untuk diri sendiri. Itu saja (aku rasa) sudah cukup. Maafkan aku, atas dasar cinta menggurui kamu.

Tulisan ini dipublikasikan di Catatan Kecil Kehidupan dan tag , , . Tandai permalink.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *